Senin, 22 November 2010

Belajar dari Cuaca

 Cuaca yang cerah di hari Senin pekan ini.
Matahari bersinar malu-malu namun menghangatkan suasana pagi. Embun yang masih menggayut di ujung dedaunan seolah menegaskan segarnya air yang membasahi bumi. Pun ketika semburat sang mentari muncul perlahan, menambah syahdunya suasana pagi. Kami pun menikmatinya, dengan tunduk sejenak, mengikhlaskan hati.
Udara yang segar, tidak terlalu panas dan juga tidak terlalu dingin seolah ingin menunjukkan rasa baktinya kepada Sang Rabbul Izzati, Yang Maha Memelihara segala apa yang ada di bumi. Sementara itu, manusia yang berkesempatan untuk merasakannya , seharusnya sudah tersadar dan berucap masya Allah, laa haula wala quwwata illa billah, segala nya adalah milik Allah. Hanya Allah Yang Maha Sempurna .
Sekitar pukul sembilan pagi, ketika sang surya semakin meninggi, manusia mulai mematri dan mengaktivasi dirinya.Dengan segala aktivitas yang ada, suasana mulai sedikit berubah. Matahari bersinar cukup kuat dan membuat kami sedikit memicingkan mata untuk menghindari sengatannya yang kurang bersahabat. Namun bagaimanapun juga, kita membutuhkannya untuk mengeringkan pakaian dan jemuran kita kan?
Jelang pukul setengah dua, tiba-tiba awan bergerak cepat. Gumpalan awan mendadak berubah warna menjadi lebih gelap dan semakin gelap. Angin yang bertiup kencang menerbangkan dedaunan kering nan layu yang berserakan di tanah. Akankan hujan turun kembali?
Tes,tes,tes..suara air tetesan air yang turun dari langit, membasahi bumi. Akhirnya gumpalan awan gelap itu pun menjelma menjadi titik-titik air hujan yang menyejukkan bumi. Gerimis kecil, menentramkan dan membuat nyaman penghuni bumi. Bau wangi tanah dan debu yang beterbangan memastikan bahwa Sang Pemelihara, Al Muhaimin, Allah SWT telah memerintahkan kepada makhlukNya untuk menyejukkan bumi.
Tratatat..
Suara tetesan air yang semakin keras. Duar..diiringi dengan suara petir dan kilat yang menyambar-nyambar membuat hati was was dan takut. Apakah yang hendak Allah Swt tunjukkan melalui hujan ini. Bagaimanakah kita harus memaknainya? Mengapa harus turun hujan? Dan serentetan pertanyaan itu pun muncul menggelayut di benakku dan selintas membuatku ikut merasa menyesal. kenapa harus turun hujan pada saat cuaca terasa sangat nyaman?
Yah, beginilah manusia, dengan akalnya yang sangat terbatas dan sifatnya yang serba tergesa-gesa, akhirnya hanya bisa memandang sesuatu dengan pikiran pendeknya semata. Menggerutu dan menyesali apa yang ada.
Hujan yang seharusnya menjadi berkah dan rizki yang dicurahkan Allah SWT, bentuk dari sifat Rahman dan rahim Nya, ternyata menjadi hal yang tidak disyukuri. Ah, manusia memang terlalu pendek akalnya.
Tak beberapa lama, setelah hujan yang deras, petir dan kilat yang menyambar-nyambar dan lihatlah keluar sana. Ternyata Allah SWT berkenan memberikan kenikmatanNya dalam bentuk cuaca yang aduhai sangat nyaman. Sore yang teduh, lembab, sejuk dan diselingi dengan sinar matahari yang bersinar tipis di balik awan. Ah, aku yakin, tidak akan ada suatu makhlukpun yang mampu menyamai Nya termasuk dalam ciptaan Nya.
Maka akankan kita masih mendustakan nikmat yang kita rasakan saat ini.
Ternyata kita memang harus belajar lebih banyak lagi . Dari alam kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar